Senin, 17 Mei 2010

Jual Bayi Ala Kampung Beting

Rumah dengan ukuran dua kali tiga meter itu berlantai dua. Dinding tripleks, beberapa bagian menggunakan kardus mi instan yang dibentangkan lebar-lebar. Lantai tanah dihampari pecahan genteng merah. Di lantai satu terdapat dua ruangan. Ruang tamu dan kamar mandi hanya dipisahkan tripleks setengah badan.Lantai dua keadaannya lebih memprihatinkan. Beberapa bagian atap dan dinding hanya ditutup sekadarnya dengan kain. Atap dari bahan seadanya. Di sanalah sepasang suami istri dengan 'dua' anaknya tidur di tengah hembusan angin malam yang menyusup di sela-sela kain dan tripleks.Jika hujan, air datang dari mana-mana, bisa dari atap yang bocor, bisa juga dari dinding yang tak rapat dan berlubang. Rumah langsung banjir.. ''Anak-anak kami bawa ke rumah tetangga. Saya dan istri hanya bisa pasrah, melihat tetesan-tetesan hujan dari lantai atas,'' kata penghuni rumah, Kurdi (37), sebut saja begitu, beberapa hari lalu.Di ruang tamu yang temaram dan ditemani tikus yang beberapa kali lalu lalang, Kurdi dan istrinya, Nilam, bukan nama sebenarnya, duduk di bangku kayu sambil sesekali kedua kakinya digoyangkan tanpa arah. Kedua mata mereka menerawang, seolah mengingat kejadian yang membuat tidur mereka kerap tak tenang. ''Kami rindu anak-anak kami yang tidak jelas nasibnya itu,'' desah Nilam yang mengenakan pakaian batik lusuh.Suatu kali, sekitar tahun 1996, saat anak keduanya berusia satu bulan, Kurdi sedang kalut. Utang di mana-mana, sementara uang kontrakan juga menunggak. Biaya persalinan pun...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar